"Ilmu yang bermanfaat" adalah salah satu kunci naungan Allah kepada kita di padang Masyar.

PUTRI BELEKA (3)


Sebulan kemudian Dang telah mampu menghafal 2 jus Al-Qur’an dan mengakhiri puasanya. Dia merasa bahagia karena ujian yang menjadi syarat untuk menikahi Habibah telah usai. Habibahpun tak sabar lagi ingin bertemu dengan lelaki impian hidupnya itu.
            Pagi itu dengan hati gembira Dang pergi menemui Bapak TGH. Ahmad Rifa’i dan menyampaikan hasil ujian yang dijalaninya selama ini. Dia berharap lamarannya akan diterima dan segera akan menikahi cinta pertamanya di kampus itu.
            Bapak TGH. Ahmad Rifa’i merasa bangga atas ketulusan dan keteguhan yang melekat pada diri seorang Dang karena berhasil menyelesaikan ujiannya dengan baik dan tepat pada waktunya. Beliau menerima lamaran Dang namun belum bisa menentukan kapan pernikahan putrinya tersebut bisa dilaksanakan. Karena ada satu lagi syarat yang harus dipenuhi ketika Habibah akan menikah. Ibu Suriati selaku istri Tuan Guru tersebut menjelaskan bahwa kedua saudara Habibah yang sedang menuntut ilmu di Al – Azhar harus hadir di hari pernikahan Habibah. Sementara pada waktu itu Habibi sedang ada tugas penelitian dari kampusnya sehingga belum bisa pulang. Oleh sebab itu, Habibpun belum bisa pulang. Dengan berat hati, orangtua Habibah harus mengatakan bahwa pernikahan tersebut harus ditunda.
            Mendengar keputusan itu keluarga di Sumbawa meminta agar Dang lebih baik kembali ke Sumbawa. Karena ada tawaran dari SMP tempat Dang sekolah dulu untuk mengajar mata pelajaran Matematika. Sekolah tersebut merindukan mantan ketua OSIS tersebut. Pihak sekolah ingin Dang menyumbangkan ilmunya kepada para siswa sekolah tersebut karena menurut mereka Dang memiliki jiwa yang tidak bisa dimiliki oleh siswa lain. Dia pernah menjabat sebagai ketua OSIS selama dua tahun berturut – turut, bahkan sampai SMA anak ini selalu aktif dalam organisasi seperti Pradana Ambalan Penegak Pramuka, Koordinator bid. Humas PMR, Sekretaris OSIS, Ketua Mading, Ketua Teater, dan 3 tahun berturut – turut menjadi Komandan Paskibraka Kecematan tempat sekolahnya. Sehingga dengan pengalaman tersebut Pihak sekolah tersebut ingin Dang menurunkan ilmu dan pengalamannya kepada para siswa agar bisa memiliki sejuta pengalaman seperti dia.
            Anak kelahiran 1 Januari 1988 itu menghargai keputusan keluarga dan harapan pihak sekolah asalnya. Sehingga dia memutuskan untuk kembali ke Sumbawa dan mengajar di sekolah asalnya yaitu SMPN 2 Empang yang sekarang telah menjadi SMPN 1 Tarano. Meski dia gagal menikahi putri Bapak TGH. Ahmad Rifa’i tapi dia bersyukur karena selama menjalani ujian di pondok dia memperoleh sejuta ilmu dan pengalaman yang akan berguna sepanjang hidupnya.
            Ketika senja anak Sumbawa itu mulai langkahkan kaki meninggalkan pondok yang selama ini dia anggap sebagai surga Tuhan di dunia. Isak tangis dari santri mengiringi kepergiannya. Sebelum pergi dia minta ijin kepada Bapak untuk bertemu terakhir kali dengan wanita impiannya. Atas nama pondok, Bapakpun memenuhi keinginan anak itu.
            “Bah, kamu adalah wanita pertama yang ku lihat dikampus, dan kamu adalah wanita pertama sekaligus penutup cerita cintaku di kampus. Kamu bak cahaya matahari yang terlalu panas tuk ku sentuh dan terlalu tinggi tuk ku gapai. Meski harapan dan impian kita ingin hidup bersama namun Allah berkehendak lain kau tercipta bukan untukku. Hari ini kakak akan pergi namun tak tahu suatu hari nanti adakah panggilan lagi untuk kakak datang menemuimu disini. Namun ingatlah selalu kakak akan selalu mencintaimu sampai akhir hayat kakak.”, ucapnya.
            “Pak, jika suatu hari nanti kak Ibi dan Habib telah kembali kemudian pada waktu itu ada seorang lelaki yang hendak meminang Habibah demi cinta saya kepadanya saya ikhlas tapi satu yang saya minta mohon kirim kabar ke Sumbawa agar saya tahu kalau putri tercinta pemilik pondok ini telah menikah. Karena saya tidak akan menikah sebelum Habibah menikah”, ucapnya lagi.
            Ditengah kesedihan itu tiba – tiba anak bungsu pemilik pondok itu berdiri di atas mimbar seraya membaca sebuah sajak puisi perpisahan :


Matahariku
Debu yang beterbangan jadi saksi sucinya cintamu
Senyumnya surga ini adalah kehadiranmu
Kata – katamu kan terukir ditembok – tembok bangunan tua ini
Sebagai kata mutiara dari sosok putra mahkota kerajaan Sumbawa
Tiap tetes air mata ini menjadi bukti jiwa ini membutuhkanmu
Tetap tegak, berdiri di depan santrimu
Kau bak matahari
Bersinar karena tugas muliamu
Tak harap upah duniawi
 Demi cinta tujuan hidupmu
Kini…
Debu, tembok, dan seluruh jiwa ini menangis
Dan biarkan ia tetap menangis
Untuk matahari, guruku
Yang selalu patuh pada titah janjinya
Pergilah…
Jangan biarkan airmatamu menetes disini
Perjalanan masih panjang
Namun teguhlah pada hati dan cintamu
Pergilah…
Ingat satu jiwa disini
Kan selalu setia menantimu
Bawakan cinta sucimu untuknya
Karena itulah janji Tuhan untukmu

            Semua orang meneteskan airmata atas kepergian anak itu kecuali satu orang. Orang itu adalah Bapak TGH. Ahmad Rifa’i, seakan – akan beliau menyimpan sesuatu dalam hatinya. Beliau tersenyum bahagia melihat jiwa yang begitu tenang. Pertama kali beliau melihat sosok lelaki yang begitu teguh, kuat, dan ikhlas dalam perbuatannya meskipun tujuan hidup ingin menikah dengan Habibah telah berakhir. Beliau bangga kepada anak itu meskipun hanya sekejap melihatnya namun dalam diri anak itu tersimpan sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Lantas siapakah yang akan menikah dengan Habibah…?????

No comments:

Post a Comment