Sebulan
kemudian Dang telah mampu menghafal 2 jus Al-Qur’an dan mengakhiri puasanya.
Dia merasa bahagia karena ujian yang menjadi syarat untuk menikahi Habibah
telah usai. Habibahpun tak sabar lagi ingin bertemu dengan lelaki impian
hidupnya itu.
Pagi itu dengan hati gembira Dang pergi menemui Bapak
TGH. Ahmad Rifa’i dan menyampaikan hasil ujian yang dijalaninya selama ini. Dia
berharap lamarannya akan diterima dan segera akan menikahi cinta pertamanya di
kampus itu.
Bapak
TGH. Ahmad Rifa’i merasa bangga atas ketulusan dan keteguhan yang melekat pada
diri seorang Dang karena berhasil menyelesaikan ujiannya dengan baik dan tepat
pada waktunya. Beliau menerima lamaran Dang namun belum bisa menentukan kapan
pernikahan putrinya tersebut bisa dilaksanakan. Karena ada satu lagi syarat
yang harus dipenuhi ketika Habibah akan menikah. Ibu Suriati selaku istri Tuan
Guru tersebut menjelaskan bahwa kedua saudara Habibah yang sedang menuntut ilmu
di Al – Azhar harus hadir di hari pernikahan Habibah. Sementara pada waktu itu
Habibi sedang ada tugas penelitian dari kampusnya sehingga belum bisa pulang.
Oleh sebab itu, Habibpun belum bisa pulang. Dengan berat hati, orangtua Habibah
harus mengatakan bahwa pernikahan tersebut harus ditunda.
Mendengar
keputusan itu keluarga di Sumbawa meminta agar Dang lebih baik kembali ke
Sumbawa. Karena ada tawaran
dari SMP tempat Dang sekolah dulu untuk mengajar mata pelajaran Matematika.
Sekolah tersebut merindukan mantan ketua OSIS tersebut. Pihak sekolah ingin
Dang menyumbangkan ilmunya kepada para siswa sekolah tersebut karena menurut
mereka Dang memiliki jiwa yang tidak bisa dimiliki oleh siswa lain. Dia pernah
menjabat sebagai ketua OSIS selama dua tahun berturut – turut, bahkan sampai
SMA anak ini selalu aktif dalam organisasi seperti Pradana Ambalan Penegak
Pramuka, Koordinator bid. Humas PMR, Sekretaris OSIS, Ketua Mading, Ketua
Teater, dan 3 tahun berturut – turut menjadi Komandan Paskibraka Kecematan
tempat sekolahnya. Sehingga dengan pengalaman tersebut Pihak sekolah tersebut
ingin Dang menurunkan ilmu dan pengalamannya kepada para siswa agar bisa
memiliki sejuta pengalaman seperti dia.
Anak
kelahiran 1 Januari 1988 itu menghargai keputusan keluarga dan harapan pihak
sekolah asalnya. Sehingga dia memutuskan untuk kembali ke Sumbawa dan mengajar
di sekolah asalnya yaitu SMPN 2 Empang yang sekarang telah menjadi SMPN 1
Tarano. Meski dia gagal menikahi putri Bapak TGH. Ahmad Rifa’i tapi dia
bersyukur karena selama menjalani ujian di pondok dia memperoleh sejuta ilmu
dan pengalaman yang akan berguna sepanjang hidupnya.
Ketika
senja anak Sumbawa itu mulai langkahkan kaki meninggalkan pondok yang selama
ini dia anggap sebagai surga Tuhan di dunia. Isak tangis dari santri mengiringi
kepergiannya. Sebelum pergi dia minta ijin kepada Bapak untuk bertemu terakhir
kali dengan wanita impiannya. Atas nama pondok, Bapakpun memenuhi keinginan
anak itu.
“Bah, kamu adalah wanita pertama
yang ku lihat dikampus, dan kamu adalah wanita pertama sekaligus penutup cerita
cintaku di kampus. Kamu bak cahaya matahari yang terlalu panas tuk ku sentuh
dan terlalu tinggi tuk ku gapai. Meski harapan dan impian kita ingin hidup
bersama namun Allah berkehendak lain kau tercipta bukan untukku. Hari ini kakak
akan pergi namun tak tahu suatu hari nanti adakah panggilan lagi untuk kakak
datang menemuimu disini. Namun ingatlah selalu kakak akan selalu mencintaimu
sampai akhir hayat kakak.”, ucapnya.
“Pak, jika suatu hari nanti kak Ibi
dan Habib telah kembali kemudian pada waktu itu ada seorang lelaki yang hendak
meminang Habibah demi cinta saya kepadanya saya ikhlas tapi satu yang saya
minta mohon kirim kabar ke Sumbawa agar saya tahu kalau putri tercinta pemilik
pondok ini telah menikah. Karena saya tidak akan menikah sebelum Habibah
menikah”, ucapnya lagi.
Ditengah kesedihan itu tiba – tiba
anak bungsu pemilik pondok itu berdiri di atas mimbar seraya membaca sebuah
sajak puisi perpisahan :
Matahariku
Debu yang beterbangan jadi saksi sucinya cintamu
Senyumnya surga ini adalah kehadiranmu
Kata – katamu kan terukir ditembok – tembok bangunan
tua ini
Sebagai kata mutiara dari sosok putra mahkota
kerajaan Sumbawa
Tiap tetes air mata ini menjadi bukti jiwa ini
membutuhkanmu
Tetap tegak, berdiri di depan santrimu
Kau bak matahari
Bersinar karena tugas muliamu
Tak
harap upah duniawi
Demi cinta tujuan hidupmu
Kini…
Debu, tembok, dan seluruh jiwa ini menangis
Dan biarkan ia tetap menangis
Untuk matahari, guruku
Yang selalu patuh pada titah janjinya
Pergilah…
Jangan biarkan airmatamu menetes disini
Perjalanan masih panjang
Namun teguhlah pada hati dan cintamu
Pergilah…
Ingat satu jiwa disini
Kan selalu setia menantimu
Bawakan cinta sucimu untuknya
Karena itulah janji Tuhan untukmu
Semua
orang meneteskan airmata atas kepergian anak itu kecuali satu orang. Orang itu
adalah Bapak TGH. Ahmad Rifa’i, seakan – akan beliau menyimpan sesuatu dalam
hatinya. Beliau tersenyum bahagia melihat jiwa yang begitu tenang. Pertama kali
beliau melihat sosok lelaki yang begitu teguh, kuat, dan ikhlas dalam
perbuatannya meskipun tujuan hidup ingin menikah dengan Habibah telah berakhir.
Beliau bangga kepada anak itu meskipun hanya sekejap melihatnya namun dalam
diri anak itu tersimpan sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Lantas siapakah yang akan menikah dengan
Habibah…?????
No comments:
Post a Comment